Sunday, May 12, 2013

SINOPSIS NOVEL BALI

SINOPSIS NOVEL
“ BUAH SUMAGANE KUNING-KUNING”
D
                                                                                                     
iceritakan Made Susanta sudah mendingan dari sakitnya. Ia sakit panas dan batuk - batuk. Sudah tujuh hari tidak bangun-bangun karena sakit yang amat parah. Diajak berobat ke puskesmas, ia tidak mau. Ia lebih baik menggunakan pengobatan tradisional yang kadang tidak berpengaruh pada proses penyembuhan sakitnya. Istrinya yang bernama Putu Suasti tidak setuju dengan pengobatan tradisional yang selalu dipakai sebagai jalan keluar untuk mengobati sakit suaminya.
            Setelah tujuh hari Made Susanta berobat dengan menggunakan pengobatan tradisional, akhirnya sempat sembuh. Sehingga membuat Made Susanta kembali melakukan kesehariannya yang salah satunya adalah membuat wayang dengan menggunakan daun ntal. Made Susanta mempunyai anak yang bernama Wirasanta, sekarang ia sudah berumur enam tahun. Made susanta yang sangat menyayangi anaknya, selalu memberikan nasihat dan petuah-petuah yang banyak memberikan budi pekerti dan perkembangan anak. Ibarat seperti buah jeruk keprok yang berwarna kuning-kuning. Dan Made Susanta juga berpesan kepada anaknya supaya jangan menirukan perilaku Sangkuni dan Rahwana dalam tokoh pewayangan cerita Ramayana. Karena kedua tokoh tersebut mencerminkan perilaku yang tidak terpuji.
            Diceritakan Putu Suasti datang dari pasar membawa perasaan yang tidak enak. Sepertinya ia mendengar gossip tentang suaminya yang mengalami sakit. Made Susante melihat raut wajah istrinya  langsung mengetahui perasaan istrinya. Menurut gossip yang dikatakan, suaminya tidak menuruti petuah - petuah orang yang lebih tua dan selalu membuat hal-hal yang merugikan lingkungan masyarakat. Ia digosipkan, akibat dulu Made Susante menggali sumur di ladangnya dan kemudian menjadi tulah Hyang Widhi. Dan konon katanya, di desa Made Susante tersebut tidak diperbolehkan membuat galian sumur di ladang, karena itu menimbulkan tulah yang mengakibatkan di desa tersebut terkena wabah penyakit. Istri nya yang mendengar gossip tersebut bathin nya merasa tersiksa. Tetapi Putu Suasti bisa meredam amarahnya tentang gossip suaminya dengan bersikap sabar, tegar dan berfikir panjang mengenai prihal yang menimpa suaminya.  Made Susanta sebenarnya tidak mendukung adanya pencanangan pembangunan pemerintah melalui adanya film layar lebar masuk ke desa-desa yang bertujuan untuk sumbangsih biaya pembangunan. Menurut pendapatnya, orang yang selalu mengandalkan pekerjaan dari pemerintah diibaratkan seperti memiliki pemikiran semeter dan tidak mempunyai kemampuan untuk berwira usaha disamping menjadi pegawai negeri. Tetapi sebenarnya pemikiran Made Susante ingin membantu pembangunan pemerintah dengan melakukan wirausaha bukan nya bertujuan untuk bergantungan kepada program pemerintah itu sendiri. Begitulah Made Susanta memberikan pengertian kepada istrinya dengan nada yang halus dan penuh ketegaran. Untuk menghilangkan penat, Made Susanta pergi ke ladangnya untuk melihat pohon jeruk keprok yang ditanami satu hektar. Pohon jeruknya tumbuh dengan subur dan berbuah lebat hingga menyentuh tanah, itulah yang membuat Made Susante senang dan bangga dengan hasil perkebunannya yang baik dan sekaligus seketika menghilangkan rasa sakit panasnya. Menurutnya, jika ia berobat ke puskesmas, memerlukan uang dan jarak yang ditempuh dari rumah ke puskesmas itu jauh. Made Susanta tetap berdoa meminta jalan kepada Ida Hyang Widhi demi kesembuhannya selain terus mengkonsumsi obat-obatan tradisional yang membuat badannya terasa lebih mendingan dari sakit.
            Diceritakan Made Susante selalu menjadi buah bibir dengan cibiran – cibiran oleh masyarakat yang karena ulahnya menggali sumur diladangnya. Menurut cerita, dahulu, ketika ayahnya masih hidup, memang benar ada salah satu masyarakat meninggal setelah menggali sumur. Sepertinya bukan akibat dari penunggu sumur tersebut, tetapi karena ia terlalu payah mengerjakan ladangnya sendiri akibatnya ia tidak bisa mengatur tenaganya dengan baik. Disamping itu menggali sumur bermanfaat untuk mengairi tanaman jeruk supaya dapat tumbuh dengan subur. Dan Made Susante hanya percaya dan meminta petunjuk kepada Ida Hyang Widhi agar sumur yang dibuatnya memiliki daya guna baik bagi perkebunan. Berkat sumur tersebut, perkebunan jeruk keproknya semakin hari semakin bagus perkembangannya dan hasil panen pun membuahkan hasil yang maksimal.
            Hari demi hari pun terlewati , warga desa Made Susante ada yang meninggal karena sakit akibat dari sumur yang dia gali, dua warga tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara. Lima belas warga berkumpul ke rumah Made Susanta menuntut untuk mengusir Made susante dan keluarganya dari desa dan ingin segera menutup sumur yang dia miliki. Jika tidak, para warga akan mengeroyoknya dan akan membunuhnya. Para warga tersebut adalah anak buah dari perkumpulan Made Murka. Kemudian ia langsung mematikan lampu rumahnya dan memilih untuk melarikan diri ke samping rumahnya dan mencari sabit. Tetapi tidak ditemukan, yang ditemukan malah sebilah bamboo runcing permainan anaknya. Disamping itu para warga terus mencari dan mendekat ingin melawan Made Susanta yang kebanyakan bersenjata parang , tombak dan cabang. Putu Suasti gemetar bersama dengan anaknya. Made Murka dan anak buahnya sangat tidak tahan oleh perilaku Made Susanta , mereka ingin segera membunuh made susante dengan pucuk parangnya. Pertarungan pun terjadi sangat sengit. Akhirnya Made Susante dapat mengatasi Made Murka bersama anak buahnya tersebut, kemudian polisipun datang dengan mengeluarkan beberapa tembakan demi meredanya situasi.
            Kemudian Pan Rumi tetangga Made Susanta menjelaskan kepada polisi tentang apa yang sebenarnya terjadi yang menjadi permasalahan antara made murka yang tidak menyukai perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.  
            Para tetangga Made Susantapun berdatangan ke rumahnya, kemudian Pan Rumi yang selaku kepala Banjar menjelaskan permasalahan yang sebenarnya terjadi. Ternyata yang menyebarkan isu / gossip yang tidak benar itu adalah ulah Made Murka yang memang dari dulu ingin berninat jahat kepada Made Susanta. Para wargapun sadar, karena mereka telah diperolok oleh Made Murka dan anak buahnya. Wargapun pergi ke kantor Camat meminta ijin supaya Made Murka dibunuh saja sehingga tidak ada lagi warga yang membuat keonaran di desa.
            Ditambah dengan penjelasan Made Susanta mengenai perilakunya yang selama ini ternyata bukanlah seperti para warga bayangkan. Hanya saja Made susanta lebih ke pemikiran yang rasional dan selalu mengarah ke jalan dharma dengan tuntunan dan petunjuk Ida Hyang Widhi. Pada akhirnya Made Murka dan anak buahnya di amankan oleh pihak kepolisian. Sehingga membuat Putu Suasti dan anaknya dapat bernafas lega karena segala konflik yang menimpa suaminya bisa teratasi dengan baik. Seperti diibaratkan buah jeruk keprok yang sudah berwarna kuning , berbuah manis di bawah sinah rembulan malam itu. Dan seperti itulah gambaran perasaan Made Susanta dianugrahi keselamatan oleh Ida Sang Hyanng Widhi Wasa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       TINJAUAN ATAS UNSUR INTRINSIK
Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, penokohan, alur (plot) sebagai titik pengisahan dan gaya. Ke-enam unsur yang terdapat dalam Novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning” sebagai berikut   :
2.1.1    TEMA
            Tema cerita merupakan dasar pemikiran dari sebuah karangan. Nurgiyantoro (2000:68) menungkapkan bahwa “tema merupakan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan”. Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan. 
Tema dalam Novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning” sebenarnya ada pada permunculan konflik yang menerangkan bahwa dalam tokoh bernama Made Susanta tidak percaya dengan adanya tulah / tahayul di desanya yang tidak memperbolehkan menggali sumur di ladangnya. Karena menurut kepercayaan, penggalian sumur akan membawa malapetaka bagi seluruh warga desa yang mengakibatkan warga jatuh sakit dan meninggal. Pada hal Made susanta tidak bermaksud ingin membuat celaka / petaka di desanya, Cuma menggalian sumur itu akan dijadikan sebagai sumber mata air untuk pengairan perkebunan jeruk kepro yang dia punya sekitar satu hektar. Berikut adalah paragraft yang mendukung pernyataan diatas adalah    :
“Saterusne kenken unduk Beline , orahanga makada ngaenang anake dini liu sakit, ulian beli ngae semer .” “Nto pisuna “.
“Yen saget pragat baan beli semere ene buin dasa dina lakar gede gati pikolihne. Sa lakar maguna anggon nyiram-nyiram sumaga, yehne. Dua lakar nyidayang ngidupin desane dini krana lakar tusing perlu buin joh-joh ngalih yeh. Telu, lakar dadi conto teken anak lenan”
Artinya           :
“Seterusnya nasibku, dikatakan yang menjadi penyebab warga disini sakit, karena penggalian sumur”. “ itu bohong”.
“Apabila sudah jadi sumur itu 10 hari lagi, akan membawa manfaat besar. Akan di pakai untuk pengairan pohon jeruk. Dua akan digunakan sebagai penghidupan desa karena tidak perlu lagi mencari air jauh-jauh, Tiga, akan menjadi contoh bagi warga desa lainnya”

2.1.2    AmanaT
            Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluruh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.
Jadi amanat yang disampaikan oleh pengarang dalam Novel ini adalah jangan terlalu terpaku terhadap adanya suatu kepercayaan tahayul yang belum diuji kebenarannya. Karena jika dipikirkan secara rasional pasti banyak ditemukan beberapa hal yang merujuk pada suatu pemecahan masalah yang ada. Dan amanat berikutnya adalah perilaku fitnah terhadap orang lain itu merupakan perbuatan yang tidak berbudi pekerti  / tidak baik. Karena perilaku fitnah bisa membuat orang cenderung dikucilkan dari lingkungan keberadaannya dan orang yang difitnah tersebut merasa hidupnya putus asa sebab jalan kebenaran selalu tidak berpihak kepadanya. Jadi jangan lah berfitnah kepada orang lain, yang belum kita tau bagaimana duduk permasalahan yang dialami, karena itu perbuatan tidak terpuji / dosa.

 2.1.3   Alur atau plot
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Alur atau plot adalhstruktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama. Istilah (lintihan satua). Lain adalah trap/ dramatic conclict. Umumnya alur sastra (fiksi) dimulai oleh permulaan ( beginning ) , pertengahatn (middle), dan menuju akhir (ending). Secara umum (lelampahan / jalan cerita) . rangkaian Insident yang membentuk kesatuan cerita / novel adalah(buku prosa fiksi)          :
a.       Eksposisi         : mendasari serta mengatur yang berkaitan dengan masalah-masalah waktu dan tempat. Disini mulai perkenalan para tokoh kedapa pembaca , situasi para tokoh, merencarakan konflik yang akan terjadi, juga mengenai resolusi.
b.      Komplikasi      : bagian tengah / komplikasi suatu fiksi bertugas mengembangkan konfliks. Tokoh utama mengalami gangguan – gangguan , halangan- halangan, yang memisahkan dan menjauhkan dari tujuan. Dia mengalami salah faham dan perjuangannya menumpas penghalangan serta gangguan / penggunaan flash back untuk memperkenalkan konflik / tokoh-tokoh.
c.       Klimaks           : titik yang memisahkan komplikasi dengan resolusi atau turning point
d.      Resolusion       : bagian akhir ( pemecahan dari semua peristiwa yang terjadi)
Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam Novel ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut         :
Pada bagian awal ini yang terdapat dalam novel ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam novel ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang pemuda bernama Made Susanta yang mengalami sakit panas dan batuk-batuk. Yang mengenalkan kondisi fisik tokoh utama dan selanjutnya mengenalkan tokoh yang lainnya yaitu anaknya yang bernama Wirasanta yang masih berumur enam tahun suka bermain wayang. Kemudian dilanjutkan dengan istrinya sekaligus pengenalan psikis / kondisi bathin yang selalu mendengar gossip suaminya yang makin hari-makin menajadi- jadi.
Pada bagian tengah novel ini mulai menjelaskan tentang permunculan masalah dengan adanya berbagai gossip sehingga membuat Putu Suasti dan Made Suanta mengalami pertengkaran bathin dan perbedaan pendapat antar kedua tokoh tersebut. Disini terlihat bahwa putu suasti mengalami konflik bathin yang amat peka terhadap para warga yang menggosipkan suaminya saat dia sedang berbelanja ke pasar.
Pada bagian akhir novel ini, diakhiri oleh klimaks / memuncaknya suatu masalah yang diawali oleh meninggalnya dua orang warga yang bernama Pan Sara dan Men Rompyok yang disangka akibat sakit dari pengaruh penggalian sumur Made Suanta. Disini Made Murka dan anak buahnya menyerbu rumah Made Suanta dan ingin segera membunuh Made Suanta yang bersikeras tidak mau menutup galian sumur yang ia buat. Karena Made Suanta yakin bahwa hal tersebut bukan merupakan penyebab dari kematian Pan Sara dan Men Rompyok. Dan semua gossip yang beredar pada warga itu tidak benar. Pertarungan fisik pun terjadi di klimaks ini, sehingga Made Suasta yang dengan menggunakan bamboo runcing mampu melindungi dirinya dari kecaman Made murka dan anak buahnya. Datang polisi mengamankan Made murka dan anak buahnya,  kemudian Pan rumi tetangga Made Suasta menjelaskan kejadian yang dialami oleh Made Suasta beserta keluarganya. Dan ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
  Dengan berakhirnya klimaks, novel ini ditutup  oleh resolusi yang disampaikan pengarang novel yaitu tertangkapnya Made murka beserta anak buahnya ke kepolisian dan menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya kemudian dilanjutkan dengan perasaan lega dari istri made Suasta , karena semua permasalahan bisa terpecahkan dengan baik. Sehingga apa yang menjadi gossip tulah / kutukan penunggu ladang di desa itu semua tidak benar adanya. Itu hanyalah sebagai isu semata yang dibuat oleh Made Murka dan anak buahnya yang menyebarluaskan berita fitnah ke semua warga desa.
2.1.4    Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. Jadi latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita.
Latar / setting di awal novel adalah tertuju pada kediaman rumah Made Suasta dan anaknya wirasanta yang pada saat itu sedang membuat wayang mainan untuk anaknya. Yang dilanjutkan datang istrinya dari pasar. Latar selanjutnya adalah di ladang perkebunan jeruk keprok, Made suasta yang baru saja mendingan dari sakitnya yang dengan hanya mengkonsumsi obat-obatan tradisional dapat mengurus ladang dan memelihara tanaman buah jeruknya sehingga tanaman nya terlihat subur dan menghasilkan buah yang bagus serta manis rasanya. Latar selanjutnya terjadi di pertengahan novel adalah di kediaman rumah made suasta pada waktu terjadinya klimaks. Disana menerangkan bahwa Made Suasta meloncat ke samping rumahnya demi menghindarkan diri dari kecaman made murka beserta anak buahnya itu. Dilanjutkan dengan latar di kantor Camat pada selesainya permasalahan. Disana para warga menuntut agar made murka dan anak buahnya di hukum mati saja karena telah mambuat keonaran dan gossip yang meresahkan seluruh warga desa. Paragraf yang menunjukkan pernyataan diatas adalah    :
“I Made Susanta kenyem ningalin buah sumagane ane kuning-kuning di tegalne, sleag-sleog, cara tingkah solah igel oleg tamulilinganne. I Made masuir-suir baan legan kenehne nongos didesa. Ento awanan adean iya dadi petani teken dadi pegawe negeri nongos dikota ningeh anak tabrakan dogen ngae enggal sakit jantung dogen “.
“Makecos ia ke samping kubunne ngalih-ngalih arit , tusing tepukina.
“Barengan ajak pisagan-pisaganne teka polisi masih suba teke uli di kecamatan ajaka tetelu atehanga teken kelian Banjare, Pan Rumi.
Berikut adalah latar seting waktu yang diterangkan dalam novel ini ketika Made susanta akan menyelesaikan penggalian sumur yang ia buat. Paragraft pendukungnya adalah       :
“Yen saget pragat baan beli semere ene buin dasa dina lakar gede gati pikolihne. Sa lakar maguna anggon nyiram-nyiram sumaga, yehne. Dua lakar nyidayang ngidupin desane dini krana lakar tusing perlu buin joh-joh ngalih yeh. Telu, lakar dadi conto teken anak lenan”
2.1.5    Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya atau penciptaan citra tokoh dalam cerita. Pengarang menggambarkan :
1.      Tokoh yang bernama Made Susanta yang sebagai tokoh utama dalam novel ini diceritakan dengan sosok pekerja keras karena profesinya sebagai petani ladang kebun tanaman jeruk keprok, yang jujur, mengerti akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya, dan tidak setuju adanya penayangan film masuk desa karena film yang diputar tersebut adalah film yang bukan bertemakan pendidikan moral, social masyarakat tetapi tentang hiburan saja, dan Made Susasta juga tidak terlalu dimanjakan dengan penanganan medis di puskesmas, dia lebih baik menggunakan pengobatan tradisional karena menurutnya itu merupakan jalan ter’efesien semasih dapat disembuhkan, sekaligus efisiensi tenaga karena jarak antara puskesmas dengan rumahnya lumayan jauh. Made Susanta juga mempunyai keyakinan dan rajin berdoa kepada Ida Hyang Widhi guna meminta petunjuk jalan untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul dalam pelik kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat serta Made Susanta juga sering memberikan petuah-petuah budi pekerti luhur kepada anak semata wayangnya. Paragraph pendukung nya adalah             :
1.          Ento awanan adean iya dadi petani teken dadi pegawe negeri nongos dikota ningeh anak tabrakan dogen ngae enggal sakit jantung dogen “. ….
2.          “Caran beline ngwangun keneh melah ane paling sulit, apang nyak iraga jemet                         magae, jujur, nawang artin kesehatan, nawang anggon warisan anake lingsir” …..
3.          “Jani tiyang lakar meloporin nyobak, yen saja dini sing dadi ngae semer, musti tusing dadi lakar mesu yeh semere, atawa cara kepercayaane dini ane ngae semer ye lakar mati”.krana ajanian konden ada dingeh beli ada dewa atawa betara buduh , nglarang panjakne malaksana ayu” ….
4.          “Ada puskesmas beli tusing ja maubat kemu. Adenan beli  maubad aji loloh sembung, bawang adas, blimbing buluh, juuk lengis, soroh ane keto beli anggen ubad.”menghina puskesmas keto kenken raos cara Janine!” “yan ka puskesmas perlu mesuang pipis, ngutang galah, buina joh, limang kilo uli dini”.. …..
5.          “sing perlu apang dadi pegawai negeri dogen. Ento adane mejiwa amtenar , tawang!” sakewala tatujon beline nak melah nawang, gumanti lakar nulugin pemerintah tusing ja lakar ngelantungin pemerintah. Sujatine beli sing setuju yen ada film masuk desa, lakonne apang lelampahane ane cocok ajak semangat pembangunan di desa. Da cara jani filme ane masuk desa lelampahan soroh anak ngebut “ setan jalanan”. Keto judul film me teka. Ento nguwugang semangat pembangunan adane, utawi ngrusak unteng keneh”……….
6.           “ yan maubad nto musti subakti ring Widhi , nunas keselamatan, nunas pengampura, apang enggal seger. …….
7.           “Nah wayan masi apang keto cara I Gatot Kaca . jemet bakti teken meme bapa, tindih teken kapatutan. Nyak Wayan keto? ‘ Nyak pa”. “ lakon tiyang demenan dadi Arjuna, bagus dueg manah, buina sakti.” “Sing dadi cara Sakuni atawa dadi Rawana ane tukang asut buina jaat”
2.      Tokoh yang bernama Putu Suasti istri Made Susanta yang sebagai tokoh protagonist yang selaku pendukung tokoh utama dalam novel diceritakan dengan sosok yang sabar, mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa suaminya akibat penggalian sumur yang dianggap tulah, gampang putus asa dan sering memberikan beberapa pertimbangan terhadap permasalahan yang dihadapinya. Di dukung oleh paragraph :
“Setonden Susanta sakit taen masih majajal abedik jak kurenane Putu Suasti unduk ngae semere ento, lakon pamuputne suba dadi melah buin makurenan sawireh made suasti santa mula anak sabar , lantang papinehne. Yen sing keto meh suba palas makurenan, sawireh Putu Suasti pepes ngugu raos ane konden seken kepatutanne.”
3.      Tokoh yang bernama Wayan Wirasanta yang sebagai tokoh protagonist selaku anak pertama semata wayang dari  Made Susanta dan istrinya, dalam novel tokoh ini sebagai tokoh pendukung yang memiliki sifat energik selalu inngin belajar dan ingin tahu tentang sesuatu yang disukainya. Senanng dengan permainan wayang yang selalu ia mainkan. Paragraft pendukungnya :
“Sambilanga Mawirama iteh Made susanta ngaenang panakne wayang gatotkaca” .Ngae wayang apa tow pa? . “nah Pa imeme teka . (sambilange ngorahang keto Wayan Wirasanta mlaib nyagjagin memenne)
4.      Pan Rumi adalah tokoh protagonist yang mendukung tokoh utama dengan lakonnya sebagai tetangga Made susanta. Tokoh ini mengerti tentang bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya. Serta pada klimaks Pan Rumi ikut membantu memberikan kejelasan terhadap warga desa dan kepolisian mengenai permasalahan yang timbul dalam keluarga Made Susanta. Paragraph yang mendukung adalah     :
“Ia nuturang teken anake ane nongos ditu”. Indik made murkane ane mula uli pidan ngelah keneh lakar ngroyok Made Susanta. Suba pepes Made murka sangkep ajak pengikut-pengikutne lakar mencanain Made Susanta. Pan Rumi makejang tawanga sapari solah made murkane sawireh ia ngelah mata-mata ane stata nyelidikin keadaane di desane ento”
5.      Made Murka adalah tokoh antagonis yang tidak mendukung tokoh utama. Ia berwatak jahat , suka membuat fitnah terhadap Made Susanta, membuat keonaran / gossip yang membuat warga desa resah dibuatnya. Pada paragraph :
“Made Murka kakutang atawa kesalahang gede , sawireh ngaduk-ngaduk desa”

2.1.6          Gaya BAHASA
Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan.
Di dalam novel ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan (Hindu). Kata tersebut diambil dari beberapa tokoh dalam cerita Ramayana dan cerita Mahabrata dalam penyampaian beberapa petuah-petuah dari Made susanta kepada anaknya yang bernama Wirasanta. Paragraph yang meyatakan hal tersebut adalah :
Ngae wayang apa tow pa? .“Gatotkaca”. “Nyen to gatotkaca pa?” .” Panak ne Sang Bima “.”Sakti I Gatotkaca Pa? “sakti buina jemet magae, bakti ring reramane perwira bakti buina nindihin gumi. Yen di Pandawa ia suba satmaka tameng dadane”. Nah wayan masi apang keto cara I Gatot Kaca . jemet bakti teken meme bapa, tindih teken kapatutan. Nyak Wayan keto? ‘ Nyak pa”. “ lakon tiyang demenan dadi Arjuna, bagus dueg manah, buina sakti.” “Sing dadi cara Sakuni atawa dadi Rawana ane tukang asut buina jaat”. “nah pa pokokne lakar dadi Pandawa, yen sing gatotkaca dadi Arjuna"
Penggunaan majas perumpamaan juga sertai novel ini, paragraph yang menunjukkan adalah :
1.      “Da cara lindung uyahin keto uyang paling” artinya “ Jangan seperti lele yang digarami itu, keadaannya bingung”.
2.      “Sumagane slegang mretenin,” apa hubungane ajak sumagane pa? men yen sumagane sing melahang miara , dija ja bisa mabuah , buin kuning-kuning buka jani.”
3.      “Awak nu cerik sing dadi keto, makada berek gigine, buin pidan yen suba kelih , suba bisa magae mara dados demen teken anak luh” artinya belum saatnya usia muda belia mempunyai keinginan untuk berpacaran , apalagi masih anak-anak yang belum remaja , masih perlu bimbingan yang intensif dari orang tua.
4.      “Ngae usak gumi”artinya membuat keonaran di desa
5.      “jelema gedegang gumi” artinya manusia yang berdosa terhadap alam
6.      “Nyapa kadi aku” artinya egoisme yang tinggi selalu bersifat lebih pintar / mengetahui segala hal.
7.      “Cara bungut bikul munju tawang”artinya “seperti mulut tikus jongor mengerti?” sindiran kepada orang yang selalu membicarakan permasalahan orang lain “
8.      “nyiksik awak” artinya berintrofeksi diri terlebih dahulu
9.      “Buah sumagane kuning-kuning, kenehne Made Susanta ajak Putu Suasti masih kuning baan legan kenehne “ artinya Seperti diibaratkan buah jeruk keprok yang berwarna kuning tenangnya bathin Made susanta beserta istrinya.
2.1.7    KETEGANGAN DAN PEMBAYANGAN
a.       Macam apakah orang-orang itu ?
b.      Mengapa yang telah terjadi itu terjadi?
c.       Apa yang terjadi selanjutnya?
d.      Apa artinya itu?
e.       Bagaimana akhir cerita nya?
JAWAB          :
a.       Orang-Orang yang menjadi tokoh dalam novel ini memiliki perbedaan karakter. Tokoh Utama Made Susanta memiliki watak jujur, mengerti akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya. Tokoh pendukung(protagonist) antara lain Putu Suasti berwatak sabar, mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa suaminya. Selanjutnya Wayan Wirasanta yang sebagai anak semata wayang dari Made Susanta dan Putu Suasti berwatak anak-anak berumur 6 tahun, suka bermain. Selain itu tokoh protagonist lainnya adalah Pan Rumi berwatak mengerti tentang bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya. Kemudian tokoh protagonist disini adalah Made Murka dan anak buahnya berwatak keras, suka berfitnah, suka menyebarkan isu yang tidak benar kepada warga desa sehingga membuat warga desa resah.
b.      Diceritakan dalam novel tersebut, ada sebuah kepercayaan di desa Made Susanta yaitu tidak boleh menggali sumur di lahan ladang, karena itu akan membawa petaka bagi warga desa karena sumur dibuat itu akan menjadi sarang jagal/ penunggu lahan.
c.       Munculnya permasalahan yaitu made susanta melanggar tutur-tutur / petuah oarng tua yang tidak memperbolehkan menggali sumur di lahan ladang.
d.      Kemudian hari demi hari ada saja warga meninggal di desa itu, dua warga tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara, dikiranya akibat penggalian sumur Made Susanta, karena isu dan gossip telah beredar ke telinga warga desa tentang Made susanta.
e.       Ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.

BAB III
PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
Jadi dalam pemaparan analisis novel yang kami buat, dapat disimpulkan bahwa tinjauan atas unsure intrinsic novel “Buah Sumagane Kuning Kuning” adalah sebagai berikut             :
Tema dalam Novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning” sebenarnya ada pada permunculan konflik yang menerangkan bahwa dalam tokoh bernama Made Susanta tidak percaya dengan adanya tulah / tahayul di desanya yang tidak memperbolehkan menggali sumur di ladangnya. Karena menurut kepercayaan, penggalian sumur akan membawa malapetaka bagi seluruh warga desa yang mengakibatkan warga jatuh sakit dan meninggal. Pada hal Made susanta tidak bermaksud ingin membuat celaka / petaka di desanya, Cuma menggalian sumur itu akan dijadikan sebagai sumber mata air untuk pengairan perkebunan jeruk kepro yang dia punya sekitar satu hektar.
Alur / Plot pada bagian awal ini yang terdapat dalam novel ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam novel ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang pemuda bernama Made Susanta yang mengalami sakit panas dan batuk-batuk. Yang mengenalkan kondisi fisik tokoh utama dan selanjutnya mengenalkan tokoh yang lainnya yaitu anaknya yang bernama Wirasanta yang masih berumur enam tahun suka bermain wayang. Kemudian dilanjutkan dengan istrinya sekaligus pengenalan psikis / kondisi bathin yang selalu mendengar gossip suaminya yang makin hari-makin menajadi- jadi.
Pada bagian tengah novel ini mulai menjelaskan tentang permunculan masalah / konfliks dengan adanya berbagai gossip sehingga membuat Putu Suasti dan Made Suanta mengalami pertengkaran bathin dan perbedaan pendapat antar kedua tokoh tersebut. Disini terlihat bahwa putu suasti mengalami konflik bathin yang amat peka terhadap para warga yang menggosipkan suaminya saat dia sedang berbelanja ke pasar.
Pada bagian akhir novel ini, diakhiri oleh klimaks / memuncaknya suatu masalah yang diawali oleh meninggalnya dua orang warga yang bernama Pan Sara dan Men Rompyok yang disangka akibat sakit dari pengaruh penggalian sumur Made Suanta. Disini Made Murka dan anak buahnya menyerbu rumah Made Suanta dan ingin segera membunuh Made Suanta yang bersikeras tidak mau menutup galian sumur yang ia buat. Karena Made Suanta yakin bahwa hal tersebut bukan merupakan penyebab dari kematian Pan Sara dan Men Rompyok. Dan semua gossip yang beredar pada warga itu tidak benar. Pertarungan fisik pun terjadi di klimaks ini, sehingga Made Suasta yang dengan menggunakan bamboo runcing mampu melindungi dirinya dari kecaman Made murka dan anak buahnya. Datang polisi mengamankan Made murka dan anak buahnya,  kemudian Pan rumi tetangga Made Suasta menjelaskan kejadian yang dialami oleh Made Suasta beserta keluarganya. Dan ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
            Dengan berakhirnya klimaks, novel ini ditutup  oleh resolusi yang disampaikan pengarang novel yaitu tertangkapnya Made murka beserta anak buahnya ke kepolisian dan menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya kemudian dilanjutkan dengan perasaan lega dari istri made Suasta , karena semua permasalahan bisa terpecahkan dengan baik. Sehingga apa yang menjadi gossip tulah / kutukan penunggu ladang di desa itu semua tidak benar adanya. Itu hanyalah sebagai isu semata yang dibuat oleh Made Murka dan anak buahnya yang menyebarluaskan berita fitnah ke semua warga desa.
Latar / setting di awal novel adalah tertuju pada kediaman rumah Made Suasta dan anaknya wirasanta yang pada saat itu sedang membuat wayang mainan untuk anaknya. Yang dilanjutkan datang istrinya dari pasar. Latar selanjutnya adalah di ladang perkebunan jeruk keprok, Made suasta yang baru saja mendingan dari sakitnya yang dengan hanya mengkonsumsi obat-obatan tradisional dapat mengurus ladang dan memelihara tanaman buah jeruknya sehingga tanaman nya terlihat subur dan menghasilkan buah yang bagus serta manis rasanya. Latar selanjutnya terjadi di pertengahan novel adalah di kediaman rumah made suasta pada waktu terjadinya klimaks. Disana menerangkan bahwa Made Suasta meloncat ke samping rumahnya demi menghindarkan diri dari kecaman made murka beserta anak buahnya itu. Dilanjutkan dengan latar di kantor Camat pada selesainya permasalahan. Disana para warga menuntut agar made murka dan anak buahnya di hukum mati saja karena telah mambuat keonaran dan gossip yang meresahkan seluruh warga desa.
Penokohan : Tokoh yang bernama Made Susanta yang sebagai tokoh utama dalam novel ini diceritakan dengan sosok pekerja keras karena profesinya sebagai petani ladang kebun tanaman jeruk keprok, yang jujur, mengerti akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya, dan tidak setuju adanya penayangan film masuk desa karena film yang diputar tersebut adalah film yang bukan bertemakan pendidikan moral, social masyarakat tetapi tentang hiburan saja, dan Made Susasta juga tidak terlalu dimanjakan dengan penanganan medis di puskesmas, dia lebih baik menggunakan pengobatan tradisional karena menurutnya itu merupakan jalan ter’efesien semasih dapat disembuhkan, sekaligus efisiensi tenaga karena jarak antara puskesmas dengan rumahnya lumayan jauh. Made Susanta juga mempunyai keyakinan dan rajin berdoa kepada Ida Hyang Widhi guna meminta petunjuk jalan untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul dalam pelik kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat serta Made Susanta juga sering memberikan petuah-petuah budi pekerti luhur kepada anak semata wayangnya.
Tokoh yang bernama Putu Suasti istri Made Susanta yang sebagai tokoh protagonist yang selaku pendukung tokoh utama dalam novel diceritakan dengan sosok yang sabar, mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa suaminya akibat penggalian sumur yang dianggap tulah, gampang putus asa dan sering memberikan beberapa pertimbangan terhadap permasalahan yang dihadapinya.
Tokoh yang bernama Wayan Wirasanta yang sebagai tokoh protagonist selaku anak pertama semata wayang dari  Made Susanta dan istrinya, dalam novel tokoh ini sebagai tokoh pendukung yang memiliki sifat energik selalu inngin belajar dan ingin tahu tentang sesuatu yang disukainya. Senanng dengan permainan wayang yang selalu ia mainkan.
Pan Rumi adalah tokoh protagonist yang mendukung tokoh utama dengan lakonnya sebagai tetangga Made susanta. Tokoh ini mengerti tentang bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya. Serta pada klimaks Pan Rumi ikut membantu memberikan kejelasan terhadap warga desa dan kepolisian mengenai permasalahan yang timbul dalam keluarga Made Susanta. Paragraph yang mendukung adalah       :
Made Murka adalah tokoh antagonis yang tidak mendukung tokoh utama. Ia berwatak jahat , suka membuat fitnah terhadap Made Susanta, membuat keonaran / gossip yang membuat warga desa resah dibuatnya.
Pengunaan Gaya Bahasa di dalam novel ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan (Hindu). Kata tersebut diambil dari beberapa tokoh dalam cerita Ramayana dan cerita Mahabrata dalam penyampaian beberapa petuah-petuah dari Made susanta kepada anaknya yang bernama Wirasanta.


Ketegangan dan Pembayangan
a.       Macam apakah orang-orang itu ?
b.      Mengapa yang telah terjadi itu terjadi?
c.       Apa yang terjadi selanjutnya?
d.      Apa artinya itu?
e.       Bagaimana akhir cerita nya?
Jawab  :
a.             Orang-Orang yang menjadi tokoh dalam novel ini memiliki perbedaan karakter. Tokoh Utama Made Susanta memiliki watak jujur, mengerti akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya. Tokoh pendukung(protagonist) antara lain Putu Suasti berwatak sabar, mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa suaminya. Selanjutnya Wayan Wirasanta yang sebagai anak semata wayang dari Made Susanta dan Putu Suasti berwatak anak-anak berumur 6 tahun, suka bermain. Selain itu tokoh protagonist lainnya adalah Pan Rumi berwatak mengerti tentang bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya. Kemudian tokoh protagonist disini adalah Made Murka dan anak buahnya berwatak keras, suka berfitnah, suka menyebarkan isu yang tidak benar kepada warga desa sehingga membuat warga desa resah.
b.            Diceritakan dalam novel tersebut, ada sebuah kepercayaan di desa Made Susanta yaitu tidak boleh menggali sumur di lahan ladang, karena itu akan membawa petaka bagi warga desa karena sumur dibuat itu akan menjadi sarang jagal/ penunggu lahan.
c.             Munculnya permasalahan yaitu made susanta melanggar tutur-tutur / petuah oarng tua yang tidak memperbolehkan menggali sumur di lahan ladang.
d.            Kemudian hari demi hari ada saja warga meninggal di desa itu, dua warga tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara, dikiranya akibat penggalian sumur Made Susanta, karena isu dan gossip telah beredar ke telinga warga desa tentang Made susanta.
e.             Ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.



3.2      SARAN
Demikianlah analisis nonel yang dapat kami paparkan, semoga dengan terselesainya analisis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk selalu bersifat peka terhadap suatu karya sastra yang sebagai pedoman dan acuan untuk melakukan analisa selanjutnya terhadap jenis karya sastra seperti cerpen, cergam, novel, komik dan lainnya serta suatu prihal yang merujuk pada pengalaman kehidupan baik itu dalam masyarakat. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap Dosen pembimbing atas terselesainya analisis novel kami yang jadi tepat pada waktu yang telah ditentukan. Segenap kritik dan saran yang membangun sangat perlu bagi kami, demi penyempurnaan analisis yang kami buat dalam novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning” karangan Tri Jayendra . Akhir kata kami ucapkan. Terima Kasih.











DAFTAR PUSTAKA

Darma Putra, I Nyoman. 2010. “Tonggak Baru Sastra Bali Modern”. Pustaka Larasan
Dr.Drs. I Gusti Putu Antara, M.Pd, 2011,”Prosa Fiksi Bali”.Yayasan Gita Wandawa
Dr.Drs. I Gusti Putu Antara, M.Pd, 2011,”Teori –Apresiasi sastra Bali Anyar”. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha educationmatery.blogspot.com
Tim peneliti, 1981/1982, “Struktur novel dan cerpen sastra bali modern”. Proyek Peneliti Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Bali, Pusat Pembinaan dan Pengembangan    Bahasa  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.









No comments:

Post a Comment