SINOPSIS
NOVEL
“
BUAH SUMAGANE KUNING-KUNING”
D
|
iceritakan Made Susanta
sudah mendingan dari sakitnya. Ia sakit panas dan batuk - batuk. Sudah tujuh
hari tidak bangun-bangun karena sakit yang amat parah. Diajak berobat ke
puskesmas, ia tidak mau. Ia lebih baik menggunakan pengobatan tradisional yang
kadang tidak berpengaruh pada proses penyembuhan sakitnya. Istrinya yang
bernama Putu Suasti tidak setuju dengan pengobatan tradisional yang selalu
dipakai sebagai jalan keluar untuk mengobati sakit suaminya.
Setelah tujuh hari Made Susanta berobat dengan
menggunakan pengobatan tradisional, akhirnya sempat sembuh. Sehingga membuat
Made Susanta kembali melakukan kesehariannya yang salah satunya adalah membuat
wayang dengan menggunakan daun ntal. Made Susanta mempunyai anak yang bernama
Wirasanta, sekarang ia sudah berumur enam tahun. Made susanta yang sangat
menyayangi anaknya, selalu memberikan nasihat dan petuah-petuah yang banyak
memberikan budi pekerti dan perkembangan anak. Ibarat seperti buah jeruk keprok yang berwarna kuning-kuning. Dan
Made Susanta juga berpesan kepada anaknya supaya jangan menirukan perilaku
Sangkuni dan Rahwana dalam tokoh pewayangan cerita Ramayana. Karena kedua tokoh
tersebut mencerminkan perilaku yang tidak terpuji.
Diceritakan Putu Suasti datang dari pasar membawa
perasaan yang tidak enak. Sepertinya ia mendengar gossip tentang suaminya yang
mengalami sakit. Made Susante melihat raut wajah istrinya langsung mengetahui perasaan istrinya. Menurut
gossip yang dikatakan, suaminya tidak menuruti petuah - petuah orang yang lebih
tua dan selalu membuat hal-hal yang merugikan lingkungan masyarakat. Ia
digosipkan, akibat dulu Made Susante menggali sumur di ladangnya dan kemudian menjadi
tulah Hyang Widhi. Dan konon katanya, di desa Made Susante tersebut tidak
diperbolehkan membuat galian sumur di ladang, karena itu menimbulkan tulah yang
mengakibatkan di desa tersebut terkena wabah penyakit. Istri nya yang mendengar
gossip tersebut bathin nya merasa tersiksa. Tetapi Putu Suasti bisa meredam amarahnya
tentang gossip suaminya dengan bersikap sabar, tegar dan berfikir panjang
mengenai prihal yang menimpa suaminya. Made
Susanta sebenarnya tidak mendukung adanya pencanangan pembangunan pemerintah
melalui adanya film layar lebar masuk ke desa-desa yang bertujuan untuk
sumbangsih biaya pembangunan. Menurut pendapatnya, orang yang selalu
mengandalkan pekerjaan dari pemerintah diibaratkan seperti memiliki pemikiran
semeter dan tidak mempunyai kemampuan untuk berwira usaha disamping menjadi
pegawai negeri. Tetapi sebenarnya pemikiran Made Susante ingin membantu
pembangunan pemerintah dengan melakukan wirausaha bukan nya bertujuan untuk
bergantungan kepada program pemerintah itu sendiri. Begitulah Made Susanta
memberikan pengertian kepada istrinya dengan nada yang halus dan penuh
ketegaran. Untuk menghilangkan penat, Made Susanta pergi ke ladangnya untuk
melihat pohon jeruk keprok yang ditanami satu hektar. Pohon jeruknya tumbuh
dengan subur dan berbuah lebat hingga menyentuh tanah, itulah yang membuat Made
Susante senang dan bangga dengan hasil perkebunannya yang baik dan sekaligus
seketika menghilangkan rasa sakit panasnya. Menurutnya, jika ia berobat ke
puskesmas, memerlukan uang dan jarak yang ditempuh dari rumah ke puskesmas itu
jauh. Made Susanta tetap berdoa meminta jalan kepada Ida Hyang Widhi demi
kesembuhannya selain terus mengkonsumsi obat-obatan tradisional yang membuat
badannya terasa lebih mendingan dari sakit.
Diceritakan Made Susante selalu menjadi buah bibir dengan
cibiran – cibiran oleh masyarakat yang karena ulahnya menggali sumur
diladangnya. Menurut cerita, dahulu, ketika ayahnya masih hidup, memang benar
ada salah satu masyarakat meninggal setelah menggali sumur. Sepertinya bukan
akibat dari penunggu sumur tersebut, tetapi karena ia terlalu payah mengerjakan
ladangnya sendiri akibatnya ia tidak bisa mengatur tenaganya dengan baik.
Disamping itu menggali sumur bermanfaat untuk mengairi tanaman jeruk supaya
dapat tumbuh dengan subur. Dan Made Susante hanya percaya dan meminta petunjuk
kepada Ida Hyang Widhi agar sumur yang dibuatnya memiliki daya guna baik bagi
perkebunan. Berkat sumur tersebut, perkebunan jeruk keproknya semakin hari
semakin bagus perkembangannya dan hasil panen pun membuahkan hasil yang
maksimal.
Hari demi hari pun terlewati , warga desa Made Susante
ada yang meninggal karena sakit akibat dari sumur yang dia gali, dua warga
tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara. Lima belas warga berkumpul ke rumah
Made Susanta menuntut untuk mengusir Made susante dan keluarganya dari desa dan
ingin segera menutup sumur yang dia miliki. Jika tidak, para warga akan
mengeroyoknya dan akan membunuhnya. Para warga tersebut adalah anak buah dari
perkumpulan Made Murka. Kemudian ia langsung mematikan lampu rumahnya dan
memilih untuk melarikan diri ke samping rumahnya dan mencari sabit. Tetapi
tidak ditemukan, yang ditemukan malah sebilah bamboo runcing permainan anaknya.
Disamping itu para warga terus mencari dan mendekat ingin melawan Made Susanta
yang kebanyakan bersenjata parang , tombak dan cabang. Putu Suasti gemetar
bersama dengan anaknya. Made Murka dan anak buahnya sangat tidak tahan oleh
perilaku Made Susanta , mereka ingin segera membunuh made susante dengan pucuk
parangnya. Pertarungan pun terjadi sangat sengit. Akhirnya Made Susante dapat
mengatasi Made Murka bersama anak buahnya tersebut, kemudian polisipun datang
dengan mengeluarkan beberapa tembakan demi meredanya situasi.
Kemudian Pan Rumi tetangga Made Susanta menjelaskan
kepada polisi tentang apa yang sebenarnya terjadi yang menjadi permasalahan
antara made murka yang tidak menyukai perilaku made susanta yang tidak percaya
adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina
puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu
ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
Para tetangga Made Susantapun berdatangan ke rumahnya,
kemudian Pan Rumi yang selaku kepala Banjar menjelaskan permasalahan yang
sebenarnya terjadi. Ternyata yang menyebarkan isu / gossip yang tidak benar itu
adalah ulah Made Murka yang memang dari dulu ingin berninat jahat kepada Made
Susanta. Para wargapun sadar, karena mereka telah diperolok oleh Made Murka dan
anak buahnya. Wargapun pergi ke kantor Camat meminta ijin supaya Made Murka
dibunuh saja sehingga tidak ada lagi warga yang membuat keonaran di desa.
Ditambah dengan penjelasan Made Susanta mengenai
perilakunya yang selama ini ternyata bukanlah seperti para warga bayangkan.
Hanya saja Made susanta lebih ke pemikiran yang rasional dan selalu mengarah ke
jalan dharma dengan tuntunan dan petunjuk Ida Hyang Widhi. Pada akhirnya Made
Murka dan anak buahnya di amankan oleh pihak kepolisian. Sehingga membuat Putu
Suasti dan anaknya dapat bernafas lega karena segala konflik yang menimpa
suaminya bisa teratasi dengan baik. Seperti diibaratkan buah jeruk keprok yang
sudah berwarna kuning , berbuah manis di bawah sinah rembulan malam itu. Dan
seperti itulah gambaran perasaan Made Susanta dianugrahi keselamatan oleh Ida
Sang Hyanng Widhi Wasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 TINJAUAN ATAS UNSUR INTRINSIK
Unsur intrinsik adalah
unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema,
amanat, latar, penokohan, alur (plot) sebagai titik pengisahan dan gaya.
Ke-enam unsur yang terdapat dalam Novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning” sebagai
berikut :
2.1.1 TEMA
Tema cerita merupakan dasar
pemikiran dari sebuah karangan. Nurgiyantoro (2000:68) menungkapkan bahwa “tema
merupakan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di
dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan
atau perbedaan-perbedaan”. Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan
menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti tidak bisa menulis cerita. Gagasan
yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan
seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema dalam Novel “Buah
Sumagane Kuning-Kuning” sebenarnya ada pada permunculan konflik yang
menerangkan bahwa dalam tokoh bernama Made Susanta tidak percaya dengan adanya
tulah / tahayul di desanya yang tidak memperbolehkan menggali sumur di
ladangnya. Karena menurut kepercayaan, penggalian sumur akan membawa malapetaka
bagi seluruh warga desa yang mengakibatkan warga jatuh sakit dan meninggal.
Pada hal Made susanta tidak bermaksud ingin membuat celaka / petaka di desanya,
Cuma menggalian sumur itu akan dijadikan sebagai sumber mata air untuk
pengairan perkebunan jeruk kepro yang dia punya sekitar satu hektar. Berikut
adalah paragraft yang mendukung pernyataan diatas adalah :
“Saterusne
kenken unduk Beline , orahanga makada ngaenang anake dini liu sakit, ulian beli
ngae semer .” “Nto pisuna “.
“Yen
saget pragat baan beli semere ene buin dasa dina lakar gede gati pikolihne. Sa
lakar maguna anggon nyiram-nyiram sumaga, yehne. Dua lakar nyidayang ngidupin
desane dini krana lakar tusing perlu buin joh-joh ngalih yeh. Telu, lakar dadi
conto teken anak lenan”
Artinya
:
“Seterusnya nasibku,
dikatakan yang menjadi penyebab warga disini sakit, karena penggalian sumur”. “
itu bohong”.
“Apabila sudah jadi
sumur itu 10 hari lagi, akan membawa manfaat besar. Akan di pakai untuk
pengairan pohon jeruk. Dua akan digunakan sebagai penghidupan desa karena tidak
perlu lagi mencari air jauh-jauh, Tiga, akan menjadi contoh bagi warga desa
lainnya”
2.1.2 AmanaT
Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan
dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari
seluruh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh
pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi
yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok
persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita
pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat
merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada
pembacanya.
Jadi amanat yang
disampaikan oleh pengarang dalam Novel ini adalah jangan terlalu terpaku
terhadap adanya suatu kepercayaan tahayul yang belum diuji kebenarannya. Karena
jika dipikirkan secara rasional pasti banyak ditemukan beberapa hal yang
merujuk pada suatu pemecahan masalah yang ada. Dan amanat berikutnya adalah
perilaku fitnah terhadap orang lain itu merupakan perbuatan yang tidak berbudi
pekerti / tidak baik. Karena perilaku
fitnah bisa membuat orang cenderung dikucilkan dari lingkungan keberadaannya
dan orang yang difitnah tersebut merasa hidupnya putus asa sebab jalan
kebenaran selalu tidak berpihak kepadanya. Jadi jangan lah berfitnah kepada
orang lain, yang belum kita tau bagaimana duduk permasalahan yang dialami,
karena itu perbuatan tidak terpuji / dosa.
2.1.3 Alur atau plot
Alur
menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan
hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Alur atau plot
adalhstruktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama. Istilah (lintihan
satua). Lain adalah trap/ dramatic conclict. Umumnya alur sastra (fiksi) dimulai
oleh permulaan ( beginning ) ,
pertengahatn (middle), dan menuju
akhir (ending). Secara umum
(lelampahan / jalan cerita) . rangkaian Insident yang membentuk kesatuan cerita
/ novel adalah(buku prosa fiksi) :
a.
Eksposisi :
mendasari serta mengatur yang berkaitan dengan masalah-masalah waktu dan
tempat. Disini mulai perkenalan para tokoh kedapa pembaca , situasi para tokoh,
merencarakan konflik yang akan terjadi, juga mengenai resolusi.
b.
Komplikasi :
bagian tengah / komplikasi suatu fiksi bertugas mengembangkan konfliks. Tokoh
utama mengalami gangguan – gangguan , halangan- halangan, yang memisahkan dan
menjauhkan dari tujuan. Dia mengalami salah faham dan perjuangannya menumpas
penghalangan serta gangguan / penggunaan flash back untuk memperkenalkan
konflik / tokoh-tokoh.
c.
Klimaks :
titik yang memisahkan komplikasi dengan resolusi atau turning point
d.
Resolusion :
bagian akhir ( pemecahan dari semua peristiwa yang terjadi)
Strukturnya
itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir.
Didalam Novel ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut :
Pada bagian awal ini yang terdapat dalam novel ini terbagi
atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan
informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi
cerita dalam novel ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang pemuda
bernama Made Susanta yang mengalami sakit panas dan batuk-batuk. Yang
mengenalkan kondisi fisik tokoh utama dan selanjutnya mengenalkan tokoh yang
lainnya yaitu anaknya yang bernama Wirasanta yang masih berumur enam tahun suka
bermain wayang. Kemudian dilanjutkan dengan istrinya sekaligus pengenalan
psikis / kondisi bathin yang selalu mendengar gossip suaminya yang makin
hari-makin menajadi- jadi.
Pada bagian tengah novel ini mulai menjelaskan tentang
permunculan masalah dengan adanya berbagai gossip sehingga membuat Putu Suasti
dan Made Suanta mengalami pertengkaran bathin dan perbedaan pendapat antar
kedua tokoh tersebut. Disini terlihat bahwa putu suasti mengalami konflik
bathin yang amat peka terhadap para warga yang menggosipkan suaminya saat dia
sedang berbelanja ke pasar.
Pada bagian akhir novel ini, diakhiri oleh klimaks /
memuncaknya suatu masalah yang diawali oleh meninggalnya dua orang warga yang
bernama Pan Sara dan Men Rompyok yang disangka akibat sakit dari pengaruh
penggalian sumur Made Suanta. Disini Made Murka dan anak buahnya menyerbu rumah
Made Suanta dan ingin segera membunuh Made Suanta yang bersikeras tidak mau menutup
galian sumur yang ia buat. Karena Made Suanta yakin bahwa hal tersebut bukan
merupakan penyebab dari kematian Pan Sara dan Men Rompyok. Dan semua gossip
yang beredar pada warga itu tidak benar. Pertarungan fisik pun terjadi di
klimaks ini, sehingga Made Suasta yang dengan menggunakan bamboo runcing mampu
melindungi dirinya dari kecaman Made murka dan anak buahnya. Datang polisi
mengamankan Made murka dan anak buahnya, kemudian Pan rumi tetangga Made Suasta
menjelaskan kejadian yang dialami oleh Made Suasta beserta keluarganya. Dan
ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai masalah dalam keluarga
Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak benar mengenai dirinya
yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya tulah di desa, tidak
setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas, dan pemicu utama
yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika Made Susanta
berhasil memperistri Putu Suasti.
Dengan berakhirnya
klimaks, novel ini ditutup oleh resolusi
yang disampaikan pengarang novel yaitu tertangkapnya Made murka beserta anak
buahnya ke kepolisian dan menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya
kemudian dilanjutkan dengan perasaan lega dari istri made Suasta , karena semua
permasalahan bisa terpecahkan dengan baik. Sehingga apa yang menjadi gossip
tulah / kutukan penunggu ladang di desa itu semua tidak benar adanya. Itu
hanyalah sebagai isu semata yang dibuat oleh Made Murka dan anak buahnya yang
menyebarluaskan berita fitnah ke semua warga desa.
2.1.4 Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya
suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu;
dan latar sosial. Jadi latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan
suasana dalam suatu cerita.
Latar / setting di awal novel adalah tertuju pada kediaman
rumah Made Suasta dan anaknya wirasanta yang pada saat itu sedang membuat
wayang mainan untuk anaknya. Yang dilanjutkan datang istrinya dari pasar. Latar
selanjutnya adalah di ladang perkebunan jeruk keprok, Made suasta yang baru
saja mendingan dari sakitnya yang dengan hanya mengkonsumsi obat-obatan
tradisional dapat mengurus ladang dan memelihara tanaman buah jeruknya sehingga
tanaman nya terlihat subur dan menghasilkan buah yang bagus serta manis
rasanya. Latar selanjutnya terjadi di pertengahan novel adalah di kediaman
rumah made suasta pada waktu terjadinya klimaks. Disana menerangkan bahwa Made
Suasta meloncat ke samping rumahnya demi menghindarkan diri dari kecaman made
murka beserta anak buahnya itu. Dilanjutkan dengan latar di kantor Camat pada
selesainya permasalahan. Disana para warga menuntut agar made murka dan anak
buahnya di hukum mati saja karena telah mambuat keonaran dan gossip yang
meresahkan seluruh warga desa. Paragraf yang menunjukkan pernyataan diatas
adalah :
“I Made Susanta kenyem ningalin buah
sumagane ane kuning-kuning di tegalne, sleag-sleog, cara tingkah solah igel
oleg tamulilinganne. I Made masuir-suir baan legan kenehne nongos didesa. Ento
awanan adean iya dadi petani teken dadi pegawe negeri nongos dikota ningeh anak
tabrakan dogen ngae enggal sakit jantung dogen “.
“Makecos ia ke samping kubunne ngalih-ngalih
arit , tusing tepukina.
“Barengan ajak pisagan-pisaganne teka polisi
masih suba teke uli di kecamatan ajaka tetelu atehanga teken kelian Banjare,
Pan Rumi.
Berikut
adalah latar seting waktu yang diterangkan dalam novel ini ketika Made susanta
akan menyelesaikan penggalian sumur yang ia buat. Paragraft pendukungnya adalah
:
“Yen saget pragat baan beli semere ene buin
dasa dina lakar gede gati pikolihne. Sa lakar maguna anggon nyiram-nyiram
sumaga, yehne. Dua lakar nyidayang ngidupin desane dini krana lakar tusing
perlu buin joh-joh ngalih yeh. Telu, lakar dadi conto teken anak lenan”
2.1.5 Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang
menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya atau penciptaan citra
tokoh dalam cerita. Pengarang menggambarkan :
1.
Tokoh yang bernama Made Susanta yang sebagai tokoh
utama dalam novel ini diceritakan dengan sosok pekerja keras karena profesinya
sebagai petani ladang kebun tanaman jeruk keprok, yang jujur, mengerti akan
kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang telah
dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya, dan tidak
setuju adanya penayangan film masuk desa karena film yang diputar tersebut
adalah film yang bukan bertemakan pendidikan moral, social masyarakat tetapi
tentang hiburan saja, dan Made Susasta juga tidak terlalu dimanjakan dengan
penanganan medis di puskesmas, dia lebih baik menggunakan pengobatan
tradisional karena menurutnya itu merupakan jalan ter’efesien semasih dapat
disembuhkan, sekaligus efisiensi tenaga karena jarak antara puskesmas dengan
rumahnya lumayan jauh. Made Susanta juga mempunyai keyakinan dan rajin berdoa
kepada Ida Hyang Widhi guna meminta petunjuk jalan untuk menghadapi segala
permasalahan yang muncul dalam pelik kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat
serta Made Susanta juga sering memberikan petuah-petuah budi pekerti luhur
kepada anak semata wayangnya. Paragraph pendukung nya adalah :
1.
Ento awanan adean
iya dadi petani teken dadi pegawe negeri nongos dikota ningeh anak tabrakan
dogen ngae enggal sakit jantung dogen “. ….
2.
“Caran beline
ngwangun keneh melah ane paling sulit, apang nyak iraga jemet magae, jujur, nawang
artin kesehatan, nawang anggon warisan anake lingsir” …..
3.
“Jani tiyang
lakar meloporin nyobak, yen saja dini sing dadi ngae semer, musti tusing dadi
lakar mesu yeh semere, atawa cara kepercayaane dini ane ngae semer ye lakar
mati”.krana ajanian konden ada dingeh beli ada dewa atawa betara buduh ,
nglarang panjakne malaksana ayu” ….
4.
“Ada puskesmas
beli tusing ja maubat kemu. Adenan beli
maubad aji loloh sembung, bawang adas, blimbing buluh, juuk lengis,
soroh ane keto beli anggen ubad.”menghina puskesmas keto kenken raos cara
Janine!” “yan ka puskesmas perlu mesuang pipis, ngutang galah, buina joh,
limang kilo uli dini”.. …..
5.
“sing perlu apang
dadi pegawai negeri dogen. Ento adane mejiwa amtenar , tawang!” sakewala
tatujon beline nak melah nawang, gumanti lakar nulugin pemerintah tusing ja
lakar ngelantungin pemerintah. Sujatine beli sing setuju yen ada film masuk
desa, lakonne apang lelampahane ane cocok ajak semangat pembangunan di desa. Da
cara jani filme ane masuk desa lelampahan soroh anak ngebut “ setan jalanan”.
Keto judul film me teka. Ento nguwugang semangat pembangunan adane, utawi
ngrusak unteng keneh”……….
6.
“ yan maubad nto musti subakti ring Widhi ,
nunas keselamatan, nunas pengampura, apang enggal seger. …….
7.
“Nah wayan masi apang keto cara I Gatot Kaca .
jemet bakti teken meme bapa, tindih teken kapatutan. Nyak Wayan keto? ‘ Nyak
pa”. “ lakon tiyang demenan dadi Arjuna, bagus dueg manah, buina sakti.” “Sing
dadi cara Sakuni atawa dadi Rawana ane tukang asut buina jaat”
2.
Tokoh yang bernama Putu Suasti istri Made Susanta yang
sebagai tokoh protagonist yang selaku pendukung tokoh utama dalam novel
diceritakan dengan sosok yang sabar, mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat
percaya) terhadap isu – isu yang menimpa suaminya akibat penggalian sumur yang
dianggap tulah, gampang putus asa dan sering memberikan beberapa pertimbangan
terhadap permasalahan yang dihadapinya. Di dukung oleh paragraph :
“Setonden Susanta sakit
taen masih majajal abedik jak kurenane Putu Suasti unduk ngae semere ento,
lakon pamuputne suba dadi melah buin makurenan sawireh made suasti santa mula
anak sabar , lantang papinehne. Yen sing keto meh suba palas makurenan, sawireh
Putu Suasti pepes ngugu raos ane konden seken kepatutanne.”
3.
Tokoh yang bernama Wayan Wirasanta yang sebagai tokoh
protagonist selaku anak pertama semata wayang dari Made Susanta dan istrinya, dalam novel tokoh
ini sebagai tokoh pendukung yang memiliki sifat energik selalu inngin belajar
dan ingin tahu tentang sesuatu yang disukainya. Senanng dengan permainan wayang
yang selalu ia mainkan. Paragraft pendukungnya :
“Sambilanga Mawirama
iteh Made susanta ngaenang panakne wayang gatotkaca” . “Ngae wayang apa tow pa? . “nah Pa imeme teka . (sambilange ngorahang
keto Wayan Wirasanta mlaib nyagjagin memenne)
4.
Pan Rumi adalah tokoh protagonist yang mendukung tokoh
utama dengan lakonnya sebagai tetangga Made susanta. Tokoh ini mengerti tentang
bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya.
Serta pada klimaks Pan Rumi ikut membantu memberikan kejelasan terhadap warga
desa dan kepolisian mengenai permasalahan yang timbul dalam keluarga Made
Susanta. Paragraph yang mendukung adalah :
“Ia nuturang teken
anake ane nongos ditu”. Indik made murkane ane mula uli pidan ngelah keneh
lakar ngroyok Made Susanta. Suba pepes Made murka sangkep ajak
pengikut-pengikutne lakar mencanain Made Susanta. Pan Rumi makejang tawanga
sapari solah made murkane sawireh ia ngelah mata-mata ane stata nyelidikin
keadaane di desane ento”
5.
Made Murka adalah tokoh antagonis yang tidak mendukung
tokoh utama. Ia berwatak jahat , suka membuat fitnah terhadap Made Susanta,
membuat keonaran / gossip yang membuat warga desa resah dibuatnya. Pada
paragraph :
“Made Murka kakutang
atawa kesalahang gede , sawireh ngaduk-ngaduk desa”
2.1.6 Gaya BAHASA
Gaya merupakan
sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan
seorang yang khas bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa
spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran seorang
pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan
ungkapan.
Di dalam novel ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata
yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan (Hindu). Kata tersebut diambil dari
beberapa tokoh dalam cerita Ramayana dan cerita Mahabrata dalam penyampaian
beberapa petuah-petuah dari Made susanta kepada anaknya yang bernama Wirasanta.
Paragraph yang meyatakan hal tersebut adalah :
“Ngae wayang apa tow
pa? .“Gatotkaca”. “Nyen to gatotkaca pa?” .” Panak ne Sang Bima “.”Sakti
I Gatotkaca Pa? “sakti buina jemet magae, bakti ring reramane perwira
bakti buina nindihin gumi. Yen di Pandawa ia suba satmaka tameng
dadane”. Nah wayan masi apang keto cara I Gatot Kaca . jemet bakti teken
meme bapa, tindih teken kapatutan. Nyak Wayan keto? ‘ Nyak pa”. “ lakon tiyang
demenan dadi Arjuna, bagus dueg manah, buina sakti.” “Sing dadi cara
Sakuni atawa dadi Rawana ane tukang asut buina jaat”. “nah pa
pokokne lakar dadi Pandawa, yen sing gatotkaca dadi Arjuna"
Penggunaan
majas perumpamaan juga sertai novel ini, paragraph yang menunjukkan adalah :
1. “Da cara lindung uyahin keto uyang paling”
artinya “ Jangan seperti lele yang digarami itu, keadaannya bingung”.
2. “Sumagane slegang mretenin,” apa hubungane
ajak sumagane pa? men yen sumagane sing melahang miara , dija ja bisa mabuah ,
buin kuning-kuning buka jani.”
3. “Awak nu cerik sing dadi keto, makada
berek gigine, buin pidan yen suba kelih , suba bisa magae mara dados demen
teken anak luh” artinya belum saatnya usia muda belia mempunyai keinginan untuk
berpacaran , apalagi masih anak-anak yang belum remaja , masih perlu bimbingan
yang intensif dari orang tua.
4. “Ngae usak gumi”artinya membuat keonaran di
desa
5. “jelema gedegang gumi” artinya manusia yang
berdosa terhadap alam
6. “Nyapa kadi aku” artinya egoisme yang tinggi
selalu bersifat lebih pintar / mengetahui segala hal.
7. “Cara bungut bikul munju tawang”artinya
“seperti mulut tikus jongor mengerti?” sindiran kepada orang yang selalu
membicarakan permasalahan orang lain “
8. “nyiksik awak” artinya berintrofeksi diri
terlebih dahulu
9. “Buah sumagane kuning-kuning, kenehne Made
Susanta ajak Putu Suasti masih kuning baan legan kenehne “ artinya Seperti diibaratkan
buah jeruk keprok yang berwarna kuning tenangnya bathin Made susanta beserta
istrinya.
2.1.7 KETEGANGAN
DAN PEMBAYANGAN
a.
Macam apakah orang-orang itu ?
b.
Mengapa yang telah terjadi itu terjadi?
c.
Apa yang terjadi selanjutnya?
d.
Apa artinya itu?
e.
Bagaimana akhir cerita nya?
JAWAB :
a.
Orang-Orang yang menjadi tokoh dalam novel ini memiliki
perbedaan karakter. Tokoh Utama Made Susanta memiliki watak jujur, mengerti
akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang
telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya. Tokoh
pendukung(protagonist) antara lain Putu Suasti berwatak sabar, mempunyai
pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa
suaminya. Selanjutnya Wayan Wirasanta yang sebagai anak semata wayang dari Made
Susanta dan Putu Suasti berwatak anak-anak berumur 6 tahun, suka bermain.
Selain itu tokoh protagonist lainnya adalah Pan Rumi berwatak mengerti tentang
bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya.
Kemudian tokoh protagonist disini adalah Made Murka dan anak buahnya berwatak
keras, suka berfitnah, suka menyebarkan isu yang tidak benar kepada warga desa
sehingga membuat warga desa resah.
b.
Diceritakan dalam novel tersebut, ada sebuah
kepercayaan di desa Made Susanta yaitu tidak boleh menggali sumur di lahan
ladang, karena itu akan membawa petaka bagi warga desa karena sumur dibuat itu
akan menjadi sarang jagal/ penunggu lahan.
c.
Munculnya permasalahan yaitu made susanta melanggar
tutur-tutur / petuah oarng tua yang tidak memperbolehkan menggali sumur di
lahan ladang.
d.
Kemudian hari demi hari ada saja warga meninggal di
desa itu, dua warga tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara, dikiranya akibat
penggalian sumur Made Susanta, karena isu dan gossip telah beredar ke telinga
warga desa tentang Made susanta.
e.
Ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai
masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak
benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya
tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas,
dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika
Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi
dalam pemaparan analisis novel yang kami buat, dapat disimpulkan bahwa tinjauan
atas unsure intrinsic novel “Buah Sumagane Kuning Kuning” adalah
sebagai berikut :
Tema dalam Novel “Buah Sumagane
Kuning-Kuning” sebenarnya ada pada permunculan konflik yang menerangkan
bahwa dalam tokoh bernama Made Susanta tidak percaya dengan adanya tulah /
tahayul di desanya yang tidak memperbolehkan menggali sumur di ladangnya.
Karena menurut kepercayaan, penggalian sumur akan membawa malapetaka bagi
seluruh warga desa yang mengakibatkan warga jatuh sakit dan meninggal. Pada hal
Made susanta tidak bermaksud ingin membuat celaka / petaka di desanya, Cuma
menggalian sumur itu akan dijadikan sebagai sumber mata air untuk pengairan
perkebunan jeruk kepro yang dia punya sekitar satu hektar.
Alur / Plot pada bagian awal ini
yang terdapat dalam novel ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi,
yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami
cerita. Dalam hal ini, eksposisi
cerita dalam novel ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang pemuda
bernama Made Susanta yang mengalami sakit panas dan batuk-batuk. Yang
mengenalkan kondisi fisik tokoh utama dan selanjutnya mengenalkan tokoh yang
lainnya yaitu anaknya yang bernama Wirasanta yang masih berumur enam tahun suka
bermain wayang. Kemudian dilanjutkan dengan istrinya sekaligus pengenalan
psikis / kondisi bathin yang selalu mendengar gossip suaminya yang makin
hari-makin menajadi- jadi.
Pada bagian tengah
novel ini mulai menjelaskan tentang permunculan masalah / konfliks dengan adanya berbagai gossip sehingga membuat Putu Suasti
dan Made Suanta mengalami pertengkaran bathin dan perbedaan pendapat antar
kedua tokoh tersebut. Disini terlihat bahwa putu suasti mengalami konflik
bathin yang amat peka terhadap para warga yang menggosipkan suaminya saat dia
sedang berbelanja ke pasar.
Pada bagian akhir
novel ini, diakhiri oleh klimaks /
memuncaknya suatu masalah yang diawali oleh meninggalnya dua orang warga yang
bernama Pan Sara dan Men Rompyok yang disangka akibat sakit dari pengaruh
penggalian sumur Made Suanta. Disini Made Murka dan anak buahnya menyerbu rumah
Made Suanta dan ingin segera membunuh Made Suanta yang bersikeras tidak mau
menutup galian sumur yang ia buat. Karena Made Suanta yakin bahwa hal tersebut
bukan merupakan penyebab dari kematian Pan Sara dan Men Rompyok. Dan semua
gossip yang beredar pada warga itu tidak benar. Pertarungan fisik pun terjadi
di klimaks ini, sehingga Made Suasta yang dengan menggunakan bamboo runcing
mampu melindungi dirinya dari kecaman Made murka dan anak buahnya. Datang
polisi mengamankan Made murka dan anak buahnya,
kemudian Pan rumi tetangga Made Suasta menjelaskan kejadian yang dialami
oleh Made Suasta beserta keluarganya. Dan ternyata Made Murka sebagai titik permunculan
berbagai masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang
tidak benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya
adanya tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina
puskesmas, dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan
cemburu ketika Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
Dengan berakhirnya klimaks, novel
ini ditutup oleh resolusi yang disampaikan pengarang novel yaitu tertangkapnya Made
murka beserta anak buahnya ke kepolisian dan menerima hukuman setimpal dengan
perbuatannya kemudian dilanjutkan dengan perasaan lega dari istri made Suasta ,
karena semua permasalahan bisa terpecahkan dengan baik. Sehingga apa yang
menjadi gossip tulah / kutukan penunggu ladang di desa itu semua tidak benar
adanya. Itu hanyalah sebagai isu semata yang dibuat oleh Made Murka dan anak
buahnya yang menyebarluaskan berita fitnah ke semua warga desa.
Latar / setting di awal novel
adalah tertuju pada kediaman rumah Made Suasta dan anaknya wirasanta yang pada
saat itu sedang membuat wayang mainan untuk anaknya. Yang dilanjutkan datang
istrinya dari pasar. Latar selanjutnya adalah di ladang perkebunan jeruk
keprok, Made suasta yang baru saja mendingan dari sakitnya yang dengan hanya
mengkonsumsi obat-obatan tradisional dapat mengurus ladang dan memelihara
tanaman buah jeruknya sehingga tanaman nya terlihat subur dan menghasilkan buah
yang bagus serta manis rasanya. Latar selanjutnya terjadi di pertengahan novel
adalah di kediaman rumah made suasta pada waktu terjadinya klimaks. Disana
menerangkan bahwa Made Suasta meloncat ke samping rumahnya demi menghindarkan
diri dari kecaman made murka beserta anak buahnya itu. Dilanjutkan dengan latar
di kantor Camat pada selesainya permasalahan. Disana para warga menuntut agar
made murka dan anak buahnya di hukum mati saja karena telah mambuat keonaran
dan gossip yang meresahkan seluruh warga desa.
Penokohan : Tokoh yang bernama
Made Susanta yang sebagai tokoh utama dalam novel ini diceritakan dengan sosok
pekerja keras karena profesinya sebagai petani ladang kebun tanaman jeruk
keprok, yang jujur, mengerti akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara
memelihara warisan orang tua yang telah dititipkan. Tidak percaya terhadap
tahayul yang ada di desanya, dan tidak setuju adanya penayangan film masuk desa
karena film yang diputar tersebut adalah film yang bukan bertemakan pendidikan
moral, social masyarakat tetapi tentang hiburan saja, dan Made Susasta juga
tidak terlalu dimanjakan dengan penanganan medis di puskesmas, dia lebih baik
menggunakan pengobatan tradisional karena menurutnya itu merupakan jalan
ter’efesien semasih dapat disembuhkan, sekaligus efisiensi tenaga karena jarak
antara puskesmas dengan rumahnya lumayan jauh. Made Susanta juga mempunyai
keyakinan dan rajin berdoa kepada Ida Hyang Widhi guna meminta petunjuk jalan
untuk menghadapi segala permasalahan yang muncul dalam pelik kehidupan rumah
tangga dan bermasyarakat serta Made Susanta juga sering memberikan
petuah-petuah budi pekerti luhur kepada anak semata wayangnya.
Tokoh
yang bernama Putu Suasti istri Made Susanta yang sebagai tokoh protagonist yang
selaku pendukung tokoh utama dalam novel diceritakan dengan sosok yang sabar,
mempunyai pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang
menimpa suaminya akibat penggalian sumur yang dianggap tulah, gampang putus asa
dan sering memberikan beberapa pertimbangan terhadap permasalahan yang
dihadapinya.
Tokoh
yang bernama Wayan Wirasanta yang sebagai tokoh protagonist selaku anak pertama
semata wayang dari Made Susanta dan
istrinya, dalam novel tokoh ini sebagai tokoh pendukung yang memiliki sifat
energik selalu inngin belajar dan ingin tahu tentang sesuatu yang disukainya.
Senanng dengan permainan wayang yang selalu ia mainkan.
Pan Rumi
adalah tokoh protagonist yang mendukung tokoh utama dengan lakonnya sebagai
tetangga Made susanta. Tokoh ini mengerti tentang bagaimana keadaan bathin
tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya. Serta pada klimaks Pan Rumi
ikut membantu memberikan kejelasan terhadap warga desa dan kepolisian mengenai
permasalahan yang timbul dalam keluarga Made Susanta. Paragraph yang mendukung
adalah :
Made
Murka adalah tokoh antagonis yang tidak mendukung tokoh utama. Ia berwatak
jahat , suka membuat fitnah terhadap Made Susanta, membuat keonaran / gossip
yang membuat warga desa resah dibuatnya.
Pengunaan Gaya Bahasa di dalam
novel ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam
bidang keagamaan (Hindu). Kata tersebut diambil dari beberapa tokoh dalam
cerita Ramayana dan cerita Mahabrata dalam penyampaian beberapa petuah-petuah
dari Made susanta kepada anaknya yang bernama Wirasanta.
Ketegangan dan Pembayangan
a.
Macam apakah orang-orang itu ?
b.
Mengapa yang telah terjadi itu terjadi?
c.
Apa yang terjadi selanjutnya?
d.
Apa artinya itu?
e.
Bagaimana akhir cerita nya?
Jawab :
a.
Orang-Orang yang menjadi tokoh dalam novel ini memiliki
perbedaan karakter. Tokoh Utama Made Susanta memiliki watak jujur, mengerti
akan kesehatan, mengerti akan bagaimana cara memelihara warisan orang tua yang
telah dititipkan. Tidak percaya terhadap tahayul yang ada di desanya. Tokoh
pendukung(protagonist) antara lain Putu Suasti berwatak sabar, mempunyai
pemikiran yang panjang, peka (cepat percaya) terhadap isu – isu yang menimpa
suaminya. Selanjutnya Wayan Wirasanta yang sebagai anak semata wayang dari Made
Susanta dan Putu Suasti berwatak anak-anak berumur 6 tahun, suka bermain.
Selain itu tokoh protagonist lainnya adalah Pan Rumi berwatak mengerti tentang
bagaimana keadaan bathin tokoh utama dan mengetahui lingkungan keluarganya.
Kemudian tokoh protagonist disini adalah Made Murka dan anak buahnya berwatak
keras, suka berfitnah, suka menyebarkan isu yang tidak benar kepada warga desa
sehingga membuat warga desa resah.
b.
Diceritakan dalam novel tersebut, ada sebuah
kepercayaan di desa Made Susanta yaitu tidak boleh menggali sumur di lahan
ladang, karena itu akan membawa petaka bagi warga desa karena sumur dibuat itu
akan menjadi sarang jagal/ penunggu lahan.
c.
Munculnya permasalahan yaitu made susanta melanggar
tutur-tutur / petuah oarng tua yang tidak memperbolehkan menggali sumur di
lahan ladang.
d.
Kemudian hari demi hari ada saja warga meninggal di
desa itu, dua warga tersebut adalah Men Rompyok dan Pan Sara, dikiranya akibat
penggalian sumur Made Susanta, karena isu dan gossip telah beredar ke telinga
warga desa tentang Made susanta.
e.
Ternyata Made Murka sebagai titik permunculan berbagai
masalah dalam keluarga Made Suasta karena Ia yang membuat gossip yang tidak
benar mengenai dirinya yaitu, perilaku made susanta yang tidak percaya adanya
tulah di desa, tidak setuju dengan pembangunan pemerintah , menghina puskesmas,
dan pemicu utama yang terpenting awal mulanya karena perasaan cemburu ketika
Made Susanta berhasil memperistri Putu Suasti.
3.2 SARAN
Demikianlah analisis nonel yang dapat kami paparkan, semoga
dengan terselesainya analisis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk
selalu bersifat peka terhadap suatu karya sastra yang sebagai pedoman dan acuan
untuk melakukan analisa selanjutnya terhadap jenis karya sastra seperti cerpen,
cergam, novel, komik dan lainnya serta suatu prihal yang merujuk pada
pengalaman kehidupan baik itu dalam masyarakat. Tak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap Dosen pembimbing atas terselesainya analisis novel kami
yang jadi tepat pada waktu yang telah ditentukan. Segenap kritik dan saran yang
membangun sangat perlu bagi kami, demi penyempurnaan analisis yang kami buat
dalam novel “Buah Sumagane Kuning-Kuning”
karangan Tri Jayendra . Akhir kata
kami ucapkan. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Darma
Putra, I Nyoman. 2010. “Tonggak Baru
Sastra Bali Modern”. Pustaka Larasan
Dr.Drs.
I Gusti Putu Antara, M.Pd, 2011,”Prosa
Fiksi Bali”.Yayasan Gita Wandawa
Dr.Drs.
I Gusti Putu Antara, M.Pd, 2011,”Teori
–Apresiasi sastra Bali Anyar”. Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha educationmatery.blogspot.com
Tim
peneliti, 1981/1982, “Struktur novel dan
cerpen sastra bali modern”. Proyek Peneliti Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Bali, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment